Wednesday 22 November 2017

Review WHILE YOU WERE SLEEPING

  

Judul: While You Were Sleeping

Sutradara: Oh Chung Hwan

Penulis: Park Hye Ryun

Tv: SBS

Episode: 32 Episodes




"Siapa yang akan mempercayaiku, jika aku melihatmu dimimpiku dan mencoba untuk mengubah mimpi itu?"

        Wah, wah. Udah hampir seminggu drama korea ini sampai ke episode 32, alias TAMAT. Ada yang belum nonton? Kalau belum, cepet-cepet download, deh. Kalau kuota datamu masih banyak banget, atau dapet wi-fi yang super cepet, bisa streaming online. Pokoknya, temukan cara apapun biar bisa nonton! xD Karena film ini bener-bener recommended banget buat yang suka nonton drakor.

         Kenapa drakor ini menjadi film yang ditunggu-tunggu oleh para nitizen? Yap, apalagi kalau bukan karena para pemainnya! Jujur aja, bener apa bener? Haha

        Siapa yang nggak kenal dengan Lee Jung Suk dan Bae Suzy? Kayaknya hampir nggak ada ya, pasti tahu semua. Lee Jung Suk merupakan salah satu bintang Korea. W-Two Worlds dan Pinocchio merupakan salah dua serial drama yang dibintanginya. Di samping itu, meskipun Bae Suzy adalah anggota girl band Miss A, ia juga sukses memerankan beberapa serial drama, salah satunya adalah Uncontrollably Fond. Di sini, Lee Jung Suk memerankan seorang jaksa bernama Jung Jae Chan. Sedangkan Bae Suzy memerankan seorang reporter bernama Nam Hoong Joo. Eits, Kim So Hyun juga ada loh. Tapi sayang, cuma jadi cameo dia.

          Seperti halnya drakor lainnya, nggak sedikit drakor yang memiliki cerita unik. Salah satunya ya While You Were Sleeping. Mencegah hal-hal buruk yang dimimpikan yang akan menjadi kenyataan di masa mendatang. Di sini, Nam Hoong Joo adalah seorang wanita yang mampu melihat masa depan dengan mimpinya sejak ia kecil. Suatu hari, ia melihat dirinya mati di mimpinya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk berhenti sejenak atau cuti dari pekerjaannya yaitu reporter, karena dimimpinya ia sedang mengenakan seragam miliknya.

          Sementara itu, Jung Jae Chan, yang setelah pindah rumah sebagai tetangganya Nam Hoong Joo, melihat wanita itu bunuh diri di mimpinya karena penyesalannnya. Sebenarnya, Nam Hoong Joo juga memimpikan hal yang sama dengan mimpi Jung Jae Chan. Namun, Nam Hoong Joo hanya memimpikan sesuatu yang akan ia sesali di suatu hari nanti yaitu kematian ibunya. Ia menyesal karena tidak bisa mencegah kematian ibunya. Pada akhirnya, Nam Hoong Joo menyalahkan dirinya sendiri yang menyebabkan ibunya meninggal.
    
        Tapi mimpi Nam Hoong Joo cukup di situ, ketika tahu bahwa ibunya meninggal. Namun Jung Jae Chan melihat lebih di mimpinya, yaitu Nam Hoong Joo bunuh diri karena keputus asaan. Setelah meyakinkan diri setelah menyesuaikan hal-hal kecil yang terjadi di mimpinya benar-benar menjadi kenyataan, maka Jung Jae Chan memutuskan untuk mengubah mimpi itu.

          Sejak saat itu, Nam Hoon Joo dan Jung Jae Chan tahu bahwa mereka berdua bisa melihat masa depan di mimpinya, dan mimpi itu bisa diubah.









        Ribet ya? Iya, emang ribet. Makanya setelah nonton Episode 2, saya harus pause dan ngulang ke menit-menit sebelum, karena otak saya terlalu SHOCKED alias terkejut. Hehe

Kelebihan While You Were Sleeping

        
       While You Were Sleeping berhasil membuat saya penasaran karena plotnya yang susah ditebak, gemes dan ketawa karena tingkah kepolosan Nam Hoong Joo dan kekanak-kanakan Jung Jae Chan secara bersamaan. Namun, di samping para pemainnya yang top dan ceritanya yang unik, saya juga nggak hanya menikmati menonton film ini, tapi juga banyak hal yang bisa saya pelajari.

       Pertama, ternyata jadi seorang jaksa itu nggak mudah. Kamu harus benar-benar siap fisik dan mental. Di setiap negara, pasti terdapat puluhan bahkan ratusan kasus yang dilaporkan setiap harinya. Kalau mau menjadi seorang jaksa, kamu harus mampu menghadapi itu semua. Bayangkan saja, satu minggu saja sudah numpuk itu kasus! XD

      Dan yang terpenting dari seorang jaksa, kamu harus benar-benar mempunyai kepribadian yang jujur dan siap membela kebenaran. Karena, ternyata seorang jaksa bisa saja bekerja sama dengan penjahat. Mereka dapat memanipulasi barang bukti apapun, memutar balikkan fakta, agar penjahat tidak disalahkan Seperti halnya seorang pengacara, yang diperankan oleh Lee Sang Yeob (Lee Yoo Beom). Ternyata, untuk membela kliennya, seorang pengacara bisa jadi sangat licik!


   Saya yakin kamu sering banget bermimpi pas tidur, ya kan? Tapi sering kali lupa ketika bangun, apa sih baru saja kamu mimpikan. Nah, di film ini, ada tips yang dapat saya ambil. Jadi ketika kamu bermimpi, maka cepatlah catat ketika kamu bangun saat itu juga! Karena bisa saja kamu mengalami semacam dejavu, padahal kamu pernah memimpikannya, lho!
    
  Tapi emang beda sih kalau di film ini. Kalau di While You Were Sleeping, Nam Hoong Joo mencatat mimpinya, agar mengetahui setiap detail bagaimana persis mimpinya itu terjadi. Yang pada akhirnya, detail-detail mimpi itu dishare kepada kedua rekannya yang dapat melihat masa depan melalui mimpi juga, yaitu Jung Jae Chan dan Han Woo tak. Kalau kita mah, ya paling cuma biar inget aja. Haha

   Oh ya, siapa itu Han Woo Tak? Penasaran? Makanya nonton dulu hehe. Pokoknya perannya tak kalah penting dengan kedua pemeran utama Nam Hoong Joo dan Jung Jae Chan. Tapi kalian pasti bertanya-tanya, kenapa mereka bertiga bisa melihat masa depan dalam mimpi? Kenapa harus mereka bertiga? Tuh, kan, penasaran! XD



Kekurangan While You Were Sleeping

        First impression  saya ketika nonton While You Were Sleeping adalah "Wow, keren ya, bisa mencegah masa depan yang buruk karena muncul di mimpi." Ketika sudah nonton sampai tamat nih, sampai Tamat, saya bertanya-tanya, tapi apakah emang hanya itu konfliknya?

            Dan setelah bersemedi beberapa abad lamanya, saya menyatakan, "Ya!" Menurut saya loh ya. Konfliknya ialah sesuatu yang buruk akan terjadi di masa depan, dan karena sesuatu itu hadir dalam mimpi, maka mereka bertiga mencoba untuk mengubah mimpi itu untuk mencegahnya terjadi. Hanya saja, terdapat beberapa mimpi buruk, dan begitulah, mereka mencegah mimpi-mimpi buruk itu terjadi menjadi kenyataan. Yang membedakan adalah mimpi tentang kematian Nam Hoong Joong, dan menurut saya, ini yang menjadi konflik utamanya, karena ia muncul di awal episode dan dicegah di akhir episode.


Duh, sorry. Jadi spoiler tipis-tipis, dah! XD

Pokoknya, ini film seru banget. Wajib banget buat kalian tonton!







Monday 13 March 2017

Permainan Sebuah Koin





Dari sudut manapun, rumah itu terlihat seperti gula putih yang sedang dikerumuni para semut. Di balik garis kuning sebelum gerbang keluar, para warga terdekat berkerumun untuk menyaksikan. Orang-orang yang sedang melintas berhenti dari tujuannya semula, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, yang akhirnya dari kejauhan hanya terdengar seperti radio rusak. Nafas mereka mengepul, membuat segumpal asap bertebaran di udara. Kebanyakan dari mereka beralih meraih ponselnya, lalu mengambil gambar dan menyebarkannya di media sosial dengan coretan kata-kata, yang menurut mereka harus dilakukan agar terlihat kekinian, sementara sisanya merasakan duka atas kejadian yang mengenaskan itu. Di belakang mereka semua terdapat beberapa mobil polisi dan ambulan yang sudah tiba sejak fajar menampakan dirinya. Di halaman yang cukup luas sebelum mendekati pintu masuk, orang-orang yang berasal dari kepolisian tengah menyelediki pemuda yang sudah tidak bernyawa itu. Karena kasus kali ini membuat otak mereka tidak berjalan dengan normal, jadi mereka yang bahkan memiliki kewenangan khusus itu pun lebih memilih untuk tidak memperburuk keadaan sampai semua nampak jelas dalam nalar manusia.
 Seorang pemuda berbadan kekar berlutut dengan kedua tangan menyentuh tanah, menundukkan kepalanya yang diikuti oleh linangan air mata setiap kali orang-orang yang mengelilinginnya menghujani berbagai pertanyaan.

"Saya lupa memberitahunya semalam," ucapnya ketika dimintai penjelasan.

"Koin ini," lanjutnya dengan isak yang semakin menjadi, menatap lurus benda bundar keemasan yang ada dalam genggamannya, "seharusnya tidak boleh lepas darinya, lalu dibelanjakan, apapun itu."

Tuesday 14 February 2017

Alun-Alun Malang



Tempat ini didatangi oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Mulai dari orang-orang tua, dewasa, remaja, dan balita. Ada yang datang bersama keluarga, kerabat, kekasih, atau seorang diri. Ada juga beberapa pedagang kaki lima yang berkeliling, menunjukkan barang-barang dagangannya agar dibeli.

Di tempat ini, terdapat rerumputan yang luas dan juga pohon-pohon besar yang memayunginya. Maka tidak heran jika beberapa di antara mereka sampai berniat membawa sejenis tikar dan makanan kecil hanya untuk sekedar berkamping.

Di tengah-tengah terdapat jalan melingkar, pusat aktifitas orang-orang yang berkunjung. Ya, walaupun apa yang mereka lakukan itu terlalu sederhana. Menyaksikan air mancur yang letaknya di tengah jalan melingkar tersebut, atau berjalan-jalan kecil sambil mencari lokasi yang tepat untuk ber-selfie ria. Di sisi-sisi jalan melingkar itu terdapat tempat duduk bertangga yang melingkar, namun terputus-putus beberapa meter secara beraturan. Di sisi lain agak menjauh, terdapat sebuah tempat untuk siapapun yamg menyukai skateboard. Terkadang sisi ini menjadi tontonan utama layaknya sebuah pertunjukkan besar.

Di sudut-sudut tempat ini, terdapat beberapa kandang burung dara. Mereka sering kali keluar untuk mencari makan, atau hanya mengepakkan sayap ke sana-sini untuk memukau para pengunjung. Untuk itu, mereka ini sangat dilindungi. Jika berkeliling, kalian akan menemukan kalimat: DILARANG MENEMBAK ATAU MENJEBAK BURUNG DARA. Entah, aku lupa bagaimana bunyinya. Sepertinya harus sering-sering main ke tempat ini untuk menghafal kalimatnya.

Jika pandangan dialihkan ke arah barat, maka masjid megah bernuansa putih akan nampak. Beberapa meter ke sebelah selatan, persis di persimpangan seberang, gereja klasik terlihat berdiri tegak. Kedua bangunan ini nampak seperti saudara yang saling menguatkan.

Entah kenapa, tempat ini menjadi faoritku, bahkan favorit semua orang. Semua bebas berkunjung. Semua bebas melakukan apapun. Bebas datang berkelompok atau seorang diri. Bebas menghirup sebanyak apapun angin segar yang berhembus. Terserah. Terserah. Asal jangan satu: melakukan sesuatu yang membuat orang lain terganggu.

Sunday 5 February 2017

Selamat Ulang Tahun (X)



­­Ehm..
Selamat minggu pagi semuanya. Lagi pada ngapain, nih? Pasti lagi ngejalanin aktifitas yang udah direncanain akhir weekend ini, kan? Apapun yang kalian lakukan, jalanin dengan penuh semangat ya. Kecuali yang masih tidur sih. Atau baru tidur? Kalo gw jadi mereka, mungkin gw udah nyesel. Karena nggak bisa menikmati sejuknya dan indahnya pagi ini, burung-burung yang bernyanyi, atau awan-awan yang bergerak di langit biru. Tsaaaah… Tapi bener kan? Dari kemarin kan hujan terus…
Oke. Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya gw nulis model kayak gini. Kalo kalian nyari tulisan kayak gini di daftar tulisan gw di ujung kanan itu tu.. pasti nggak bakal ada. Kenapa? Hmm.. mungkin gw lagi pingin nulis bebas aja sih. Gw cuma mau nulis apa yang lagi gw pikirin.
…..
Dan, gw kepikiran tentang “Ulang Tahun”.
Entah kalian mau tahu apa enggak, tapi beberapa hari yang lalu gw baru aja ulang tahu. Gw, sebagai orang yang seharusnya merasakan ‘hari’ itu, malah nggak sadar. Gw nggak tahu kalau hari itu gw ulang tahun. Guw lupa. Total. Gw merasa kayak habis mengalami amnesia level paling rendah di muka bumi. Konyol emang. Sampe pada akhirnya gw diingatkan oleh temen SMP gw dulu, dengan ucapan “Happy Birthday!” atau semacamnya, gw jg agak lupa.
Jujur aja, pemikiran gw tentang ulang tahun, mungkin dari dulu berbeda dengan kebanyakan orang lainnya, walaupun gw yakin masih ada mungkin satu-dua yang sepemikiran dengan gw.
Gw nggak pernah mengharapkan ucapan ulang tahun. Gw nggak pernah mengharapkan kue. Gw nggak pernah mengharapkan kado. Gw nggak pernah pernah mengharapkan seseorang mengakui cintanya…
Tapi kalau ada yang mengucapkan ulang tahun, gw berterima kasih. Kalau ada yang memberi kue, gw berterima kasih. Kalau ada yang memberi kado, gw berterima kasih. Kalo ada yang ngakui cintanya ke gw… ehm. Bisa kasih waktu gw sebentar?
Tapi yang jelas, gw cuma mau berterima kasih, sekaligus menghargai jika ada orang yang melakukan hal tersebut. Gw pribadi pun nggak mau seseorang untuk merayakan, mengucapkan, atau melakukan hal-hal kecil tersebut. Gw bahkan sampe mengubah tangal lahir gw di FB biar nggak ada yang ngucapin. Ya walaupun dengan cara ini kalian bakal tahu yang mana yang bener-bener peduli sama lo, yang selalu ingat hari kelahiran lo.
Sadar atau tidak, ketika ulang tahun gw tiba, itu berarti umur gw semakin bertambah. Kumis makin banyak, kulit makin kusam, nafas cepet lelah… Yang pada intinya, gw ini sedang mengalami proses untuk mencapai tua. Semakin umur bertambah, semakin kecil harapan hidup. Semakin kecil harapan hidup, kematian berarti semakin dekat.
Mindset gw tentang ulang tahun berubah seperti itu. Hari peringatan kelahiran gw jadi hari mendekatnya kematian gw.
Nah, makanya, gw nggak mau orang-orang melakukan hal-hal yang udah gw sebutin itu tu terhadap gw. Kalau mereka melakukan hal itu, itu berarti gw sedang merayakan hari berkurangnya umur gw. Dan gw hanya ga mau otak gw berpikir orang-orang itu senang terhadap hidup gw yang semakin menipis di dunia.
Cukup gw yang tau. Cukup gw yang merasakan. Cukup gw yang mengingatkan pada diri gw sendiri. Cukup gw.
Mungkin perayaan ‘ulang tahun’ itu menjadi rasa syukur akan umur gw yang masih bertahan sampai saat ini. Masih diberi nafas, orang-orang yang masih peduli, dan berbagai macam nikmat yang pastinya nggak bakal gw sebutin semuanya.
Tapi tau nggak sih, bahwa cara bersyukur yang kebanyak orang lakukan itu salah dengan sebuah perayaan?
Bukankah rasa bersyukur itu, dilakukan dengan berdoa?

Tuesday 24 January 2017

Missing


Di suatu tempat yang tidak kebanyakan orang tahu, terdapat seorang pria sedang duduk di atas kursi bergoyang di balkon kamarnya, memandang seisi kota; memandang indahnya bulan. Ia sering melakukan hal tersebut akhir-akhir ini, apalagi ditambah sebotol anggur dan lagu-lagu bernuansa Roma. Ah, lagi-lagi. Kenapa di sela-sela itu semua, ia sering mempertanyakan dirinya kenapa sering memikirkan teman-teman lamanya? Kalau dipikir-pikir, sudah bertahun-tahun ia tidak berjumpa dengan mereka, karena sudah bertahun-tahun pula ia tidak berada di negara asalnya sejak kelulusan.
.
Mungkin, pria itu sedang merindu.

Tuesday 3 January 2017

Mojokerto: Mimpi di Ujung Maut




Pertengahan juli yang mendung, namun tak juga kunjung hujan. Pada akhirnya aku berangkat menuju Mojokerto, tempat di mana salah satu saudara temanku tinggal. Awalnya aku ragu pergi untuk beberapa alasan. Pertama, aku merasa sedikit malas; aku ingin melakukan sesuatu yang lain. Kedua, apa yang akan aku lakukan sesampainya di sana? Toh, aku tidak mempunyai urusan. Untuk alasan-alasan lainnya, entah, aku lupa.
            Di perjalanan aku hampir takjub setiap waktu. Bagaimana tidak, di setiap mata memandang, berbagai dedaunan hijau selalu nampak. Mereka begitu rapih. Maklum, karena memang begitulah seharusnya perkebunan tertata. Belum lagi dengan gunung-gunung yang menjulang tinggi, dilengkapi dengan pemandangan pedesaan dan sungai-sungai kecil di kaki-kaki mereka. Melihat itu semua, aku memejamkan mata, lalu mencoba merasakan nikmat itu semua dengan menghirupnya. Sudah lama aku tak merasakan ini; merasakan ciptaan Tuhan, benakku. Aku juga tak tahu mengapa tiba-tiba aku memikirkan hal itu, tetapi mungkin ini karena aku sudah tinggal di perkotaan besar yang dipenuhi oleh desakan gedung-gedung bertingkat, dan juga kendaraan yang menyembur polusi di sana-sini.
            Kami tiba di tempat tujuan sekitar ba’da ashar, lalu kami dijamu dengan sangat baik: kami dihidangkan beberapa minuman dan juga semangkuk bakso, dan kemudian kami beranjak tidur untuk istirahat.
            Setelah itu kami bangun—temanku sudah bangun terlebih dahulu, bersiap-siap untuk salat magrib, dan beberapa saat kemudian, kami berjalan menuju rumah saudaranya yang satu lagi—entah siapa itu. Kami saling bersapa ramah dengan ibu dan bapak rumah, dan aku juga mengenalkan diri. Lalu disambut oleh perbincangan ringan yang entah ke mana arah tujunya. Terkadang mereka menanyakan tentang kota kelahiranku, namun yang paling banyak dibicarakan di sana adalah tentang persoalan pengolahan makanan dan kesehatan—yang tentunya belum pernah kuketahui sebelumnya.
 Hingga beberapa lama menit berlalu, ketika si bapak keluar sebentar dan kami hendak berpamitan, si ibu berkata memecahkan keheningan, “Saya pernah bermimpi,” katanya, “entah kalian mau percaya atau tidak.”