Wednesday 29 June 2016

Ketukan Tembok di Malam Hari

By:
Dambelu R


Bagi kalian yang percaya tentang dunia perhantuan, tenang, kalian tidak salah; pun tidak benar. Bagi kalian yang tidak percaya tentang hal itu, aku harap kalian selalu dalam kondisi yang baik. Ingat, semua bisa terjadi begitu saja. Begitu saja. Kalian tak tahu apa yang akan terjadi pada dirimu selanjutnya. Kalian hanyalah manusia.

Maaf, kalimat-kalimat di atas tidak begitu berguna. Anggap saja sebagai kalimat pengantar.

***


Malam itu kian larut. Hanya angin tak berhembus yang kudengar. Sepi. Kini aku harus merasakan kesendirian setelah satu hari tiba di kamar kost. Mardas, teman sekamarku, harus menyabut teman-temannya yang jauh datang berkunjung untuk dua hari ke depan ke gunung Bromo.

Tak berselimut, badanku semakin menggigil. Namun, tetap kudorong untuk tertidur. Mungkin memadamkan lampu dapat membantu. Ah, suasana jadi terlalu sunyi. Bahkan nafas dan detak jantung terdengar tak beraturan memenuhi seisi ruangan.

Aku tetap memejamkan mata. Menanamkan sebuah sugesti di pikiranku agar cepat tertidur. Hingga tak sadar berapa lamanya aku memejamkan mata, aku tak kunjung tertidur.

Lalu kucoba beberapa hal agar cepat tertidur. Mulai dari menghitung satu sampai seratus, lalu menghitungnya dari awal lagi. Tak bisa. Kuingat saran guru lamaku, yaitu mengkosongkan pikiran. Yap, tetep tidak berhasil. Kuulang kedua cara tersebut beberapa kali. Namun tetap, aku masih terjaga.

Tok
Tok
Tok

Tiba-tiba suara ketukan terdengar dengan frekuensi cepat. Aku membuka mata. Apakah itu Mardas?

Suara itu kembali terdengar.

Ragaku meloncat pesat. Aku mencari sumber suara itu, memasang telinga rapat-rapat. Dan kini kuyakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa suara itu tidak berasal dari balik pintu, melainkan tembok yang tepat di belakangku. Mungkin tetangga sebelah iseng, pikirku. Lalu kubalas ketukannya itu sebanyak tiga kali dengan kecepatan yang sama.

Kuharap dengan melakukan hal itu, ia—entah siapa—akan berhenti melakukan hal yang demikian. Kuharap dia mengerti kenapa aku membalas mengetuk. Hari semakin gelap saja. Aku ingin tidur, tidak ingin diganggu. Tolong, aku lelah.

Namun, ketika kuhendak memejamkan mata kembali, suara tersebut kembali terdengar. Kulirik pukul berapa sekarang di ponsel. Sudah lewat tengah malam rupanya. Itu orang punya otak nggak, sih?

Kuketok kembali tembok tersebut dengan luapan emosi. Ketokkan itu menyampaikan pesan, “Di-am. Ja-ngan be-ri-sik!” Aku menanti ketukan balasan. Apakah dia mengerti? Atau melanjutkan permainan ‘mengetok-ngetok tembok’ itu?

Lalu suara ketukan tersebut kembali terdengar. Kupasang kedua telingaku rapat-rapat: dua ketukan. Kuterawang arti ketukan itu, mungkin ia berkata, “O-K!”

Hanya berpikir positif, lalu kupejamkan kedua mataku kembali. Beberapa menit aku diam untuk memastikan, dan beberapa saat kemudian tak ada lagi suara ketukan yang terdengar. Aku kembali tenang, dalam keheningan malam yang terlalu dalam. Hingga akhirnya terlelap secara diam.

***

Keesokkan harinya aku terbangun dengan perasaan berat. Mencoba kembali untuk tidur, tapi tak kunjung berhasil setelah beberapa kali mencoba. Tiba-tiba perutku berbunyi. Ah, butuh asupan rupanya.

Hanya berbungkus kaos oblong dan celana olahraga, aku pergi keluar untuk membeli sebungkus nasi lalapan. Ternyata matahari sudah terasa menyengat pagi itu. Aku cepat-cepat kembali setelah selesai dengan urusan makananku. Jujur, aku merasa seperti zombie hidup.

Ketika berada di ujung pintu kost, aku teringat kejadian semalam. Kejadian tetangga sebelah yang mengetuk-mengetuk tembok tengah malam. Sepertinya aku harus pergi ke belakang untuk memastikan. Orang macam apa, sih, dia?

Loh?

Nihil. Ternyata, tak ada apapun di balik tembok kamar kostku. Memang ada rumah di belakang, namun tidak bertingkat. Hanya satu lantai yang kudapati dari rumah itu. Faktanya, kamarku berada di lantai dua.

Jadi, yang semalam itu apa? Burung yang matuk-matuk tembok?

Berbagai pertanyaan menghujani pikiranku seusai tiba di kamar. Dengan heran, kuketok-ketok tembok tersebut. Tak ada balasan. Dan kuharap, malam ini pun juga begitu.

***

Lagi-lagi hanya suara angin tak berhembus yang kudengar, namun begitu bergema di telingaku. Sebelum pukul sepuluh ketika hendak tidur, kucoba membahagiakan otakku dengan bermain games, atau menonton film hiburan. Tapi lagi-lagi setelahnya, aku tak bisa tidur.

Dan ketukan tersebut terdengar kembali. Setelah memastikan satu hal tadi pagi, sampai sekarang aku masih merinding ketika teringat akan hal itu. Tiba-tiba saja terbayang sesosok wanita berambut panjang dengan muka yang amat pucat, berpenampilan serba putih, seperti yang kutonton di film-film horror. Ingin sekali rasanya keluar untuk memastikan kembali apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku tak punya banyak keberanian untuk melakukannya. Takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Badanku mengigil begitu hebat. Bukan hanya karena dinginnya Malang seperti malam-malam sebelumnya, tetapi juga ketakutan yang menghantuiku kala itu.

Kudekapkan bantal menutupi muka hingga tak terdengar lagi oleh kedua telingaku. Tetapi selang beberapa menit, ketukan itu kembali terdengar. Semakin kencang. Semakin kencang.

Rasa takutku semakin menjadi-jadi. Hingga kuputuskan untuk menyalakan lampu, laptop, lalu menonton film apapun dengan earphone. Dan aku merasa lebih baik setelah tak mendengar ketukan itu.

Hingga rasa kantukku semakin besar, kuputuskan untuk mencoba tidur dengan lampu yang masih menyala. Kurasa fajar sudah menampakkan dirinya.

Ketika memejamkan mata, ketukan itu kembali terdengar, tetapi ia masih terkalahkan oleh rasa kantukku yang sudah tak tertahankan lagi. Aku tepar.

***

Ketika mengintip layar ponsel setelah terbangun, ternyata hari sudah melebihi petang. Sekitar pukul satu sudah. Terdapat sebuah pesan dari Mardas, memintaku untuk menjemputnya sekitar pukul empat sore di stasiun Malang. Masih tersisa 3 jam lebih. Lalu aku kembali melelapkan diri di atas bantal. Sepertinya aku tidak cukup tidur akhir-akhir ini

***.

Di perjalanan kembali ke kostan, aku menceritakan kejadian malam-malam itu ke Mardas. Malam di mana aku tak bisa tidur karena ketuk-ketukan yang terus menghantuiku.

“Lu berhalusinasi kali,” ucap Mardas setiap kali aku mengatakan hal-hal tersebut. Memang aneh, tetapi memang begitulah kenyataannya.

Aku mencoba untuk mendengarkannya. Toh, Mardas sudah balik ke kostan. Pasti dia bakal percaya kalau mendengarnya langsung.

Namun, ketika malam tiba hingga larut, tak ada ketukan-ketukan atau semacamnya seperti dua hari yang lalu kudengar.

“Mana, Dam? Katanya ada ketukan di tembok?” Mardas meledekku dengan pertanyaan tersebut secara berkala.

Aku hanya menjawab, “Lihat saja nanti!”

Tetapi tak ada yang terjadi.

Mungkin Mardas benar, aku hanya berhalusinasi semata. Mungkin, aku hanya terlalu larut dalam keheningan malam itu. Mungkin, kedua telingaku sedang error atau semacamnya. Atau mungkin, hantu itu akan mengetuk tembok tersebut ketika ada hanya aku. Mungkin.

  Hanya aku.

2 comments:

  1. Agen Slot Terbaik

    Agen Situs Terbaik
    Situs Agen Judi Online
    https://bit.ly/2ENk1VF

    Promo khusus dihari Kemerdekaan 17 agustus, 88CSN memberikan Bonus Bagi yang melakukan deposit Rp.100.000 Akan Mendapatkan Bonus 17%.

    Promo di mulai pada tanggal 16 Agustus s/d 18 agustus. Ayo tunggu apa lagi silahkan daftar dan klaim bonusnya dan masih ada bonus menarik lainnya lho..

    • Bonus New Member 120%
    • Bonus Deposit Harian 5%
    • Bonus Happy Hour 25%

    Untuk info lebih lanjut bisa menghubungi kami di :
    WA : 081358840484
    Facebook : Game Slot Online

    ReplyDelete
  2. Agen Slot Terbaik

    Agen Situs Terbaik
    Situs Agen Judi Online


    • Bonus New Member 120%
    • Bonus Deposit Harian 5%
    • Bonus Happy Hour 25%
    • Bonus poker 20%

    Untuk info lebih lanjut bisa menghubungi kami di :
    WA : 081358840484
    Facebook : Game Slot Online
    https://bit.ly/2ZoLZDA

    ReplyDelete

Kritik dan Saran silahkan ditampung di sini