Tuesday 14 February 2017

Alun-Alun Malang



Tempat ini didatangi oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Mulai dari orang-orang tua, dewasa, remaja, dan balita. Ada yang datang bersama keluarga, kerabat, kekasih, atau seorang diri. Ada juga beberapa pedagang kaki lima yang berkeliling, menunjukkan barang-barang dagangannya agar dibeli.

Di tempat ini, terdapat rerumputan yang luas dan juga pohon-pohon besar yang memayunginya. Maka tidak heran jika beberapa di antara mereka sampai berniat membawa sejenis tikar dan makanan kecil hanya untuk sekedar berkamping.

Di tengah-tengah terdapat jalan melingkar, pusat aktifitas orang-orang yang berkunjung. Ya, walaupun apa yang mereka lakukan itu terlalu sederhana. Menyaksikan air mancur yang letaknya di tengah jalan melingkar tersebut, atau berjalan-jalan kecil sambil mencari lokasi yang tepat untuk ber-selfie ria. Di sisi-sisi jalan melingkar itu terdapat tempat duduk bertangga yang melingkar, namun terputus-putus beberapa meter secara beraturan. Di sisi lain agak menjauh, terdapat sebuah tempat untuk siapapun yamg menyukai skateboard. Terkadang sisi ini menjadi tontonan utama layaknya sebuah pertunjukkan besar.

Di sudut-sudut tempat ini, terdapat beberapa kandang burung dara. Mereka sering kali keluar untuk mencari makan, atau hanya mengepakkan sayap ke sana-sini untuk memukau para pengunjung. Untuk itu, mereka ini sangat dilindungi. Jika berkeliling, kalian akan menemukan kalimat: DILARANG MENEMBAK ATAU MENJEBAK BURUNG DARA. Entah, aku lupa bagaimana bunyinya. Sepertinya harus sering-sering main ke tempat ini untuk menghafal kalimatnya.

Jika pandangan dialihkan ke arah barat, maka masjid megah bernuansa putih akan nampak. Beberapa meter ke sebelah selatan, persis di persimpangan seberang, gereja klasik terlihat berdiri tegak. Kedua bangunan ini nampak seperti saudara yang saling menguatkan.

Entah kenapa, tempat ini menjadi faoritku, bahkan favorit semua orang. Semua bebas berkunjung. Semua bebas melakukan apapun. Bebas datang berkelompok atau seorang diri. Bebas menghirup sebanyak apapun angin segar yang berhembus. Terserah. Terserah. Asal jangan satu: melakukan sesuatu yang membuat orang lain terganggu.

Sunday 5 February 2017

Selamat Ulang Tahun (X)



­­Ehm..
Selamat minggu pagi semuanya. Lagi pada ngapain, nih? Pasti lagi ngejalanin aktifitas yang udah direncanain akhir weekend ini, kan? Apapun yang kalian lakukan, jalanin dengan penuh semangat ya. Kecuali yang masih tidur sih. Atau baru tidur? Kalo gw jadi mereka, mungkin gw udah nyesel. Karena nggak bisa menikmati sejuknya dan indahnya pagi ini, burung-burung yang bernyanyi, atau awan-awan yang bergerak di langit biru. Tsaaaah… Tapi bener kan? Dari kemarin kan hujan terus…
Oke. Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya gw nulis model kayak gini. Kalo kalian nyari tulisan kayak gini di daftar tulisan gw di ujung kanan itu tu.. pasti nggak bakal ada. Kenapa? Hmm.. mungkin gw lagi pingin nulis bebas aja sih. Gw cuma mau nulis apa yang lagi gw pikirin.
…..
Dan, gw kepikiran tentang “Ulang Tahun”.
Entah kalian mau tahu apa enggak, tapi beberapa hari yang lalu gw baru aja ulang tahu. Gw, sebagai orang yang seharusnya merasakan ‘hari’ itu, malah nggak sadar. Gw nggak tahu kalau hari itu gw ulang tahun. Guw lupa. Total. Gw merasa kayak habis mengalami amnesia level paling rendah di muka bumi. Konyol emang. Sampe pada akhirnya gw diingatkan oleh temen SMP gw dulu, dengan ucapan “Happy Birthday!” atau semacamnya, gw jg agak lupa.
Jujur aja, pemikiran gw tentang ulang tahun, mungkin dari dulu berbeda dengan kebanyakan orang lainnya, walaupun gw yakin masih ada mungkin satu-dua yang sepemikiran dengan gw.
Gw nggak pernah mengharapkan ucapan ulang tahun. Gw nggak pernah mengharapkan kue. Gw nggak pernah mengharapkan kado. Gw nggak pernah pernah mengharapkan seseorang mengakui cintanya…
Tapi kalau ada yang mengucapkan ulang tahun, gw berterima kasih. Kalau ada yang memberi kue, gw berterima kasih. Kalau ada yang memberi kado, gw berterima kasih. Kalo ada yang ngakui cintanya ke gw… ehm. Bisa kasih waktu gw sebentar?
Tapi yang jelas, gw cuma mau berterima kasih, sekaligus menghargai jika ada orang yang melakukan hal tersebut. Gw pribadi pun nggak mau seseorang untuk merayakan, mengucapkan, atau melakukan hal-hal kecil tersebut. Gw bahkan sampe mengubah tangal lahir gw di FB biar nggak ada yang ngucapin. Ya walaupun dengan cara ini kalian bakal tahu yang mana yang bener-bener peduli sama lo, yang selalu ingat hari kelahiran lo.
Sadar atau tidak, ketika ulang tahun gw tiba, itu berarti umur gw semakin bertambah. Kumis makin banyak, kulit makin kusam, nafas cepet lelah… Yang pada intinya, gw ini sedang mengalami proses untuk mencapai tua. Semakin umur bertambah, semakin kecil harapan hidup. Semakin kecil harapan hidup, kematian berarti semakin dekat.
Mindset gw tentang ulang tahun berubah seperti itu. Hari peringatan kelahiran gw jadi hari mendekatnya kematian gw.
Nah, makanya, gw nggak mau orang-orang melakukan hal-hal yang udah gw sebutin itu tu terhadap gw. Kalau mereka melakukan hal itu, itu berarti gw sedang merayakan hari berkurangnya umur gw. Dan gw hanya ga mau otak gw berpikir orang-orang itu senang terhadap hidup gw yang semakin menipis di dunia.
Cukup gw yang tau. Cukup gw yang merasakan. Cukup gw yang mengingatkan pada diri gw sendiri. Cukup gw.
Mungkin perayaan ‘ulang tahun’ itu menjadi rasa syukur akan umur gw yang masih bertahan sampai saat ini. Masih diberi nafas, orang-orang yang masih peduli, dan berbagai macam nikmat yang pastinya nggak bakal gw sebutin semuanya.
Tapi tau nggak sih, bahwa cara bersyukur yang kebanyak orang lakukan itu salah dengan sebuah perayaan?
Bukankah rasa bersyukur itu, dilakukan dengan berdoa?