Monday 7 November 2016

Tulisan Pagi Hari



Pagi ini ceritanya gue pergi lagi ke tempat tonkrongan wi-fi. Gua mau nyelesain tugas sekalian baca-baca journal yang masih ngantri di folder laptop. Tapi karena kebiasaan gua yang selalu buka-buka sosial media, secara nggak sengaja gua baca curhatan adek gua di facebook.

"Kenapa harus di facebook?" Itulah hal pertama yang gue pikirkan. Di sana itu banyak teman-temannya, dan juga ada beberapa saudara yang juga sudah bertemannya. Secara otomatis kalau mereka buka facebook, mereka bakal tahu. Apalagi ini mencangkup orang tua.

"Apa yang terjadi?" adalah hal kedua yang gue pikirkan. Gue langsung keluar tempat tonkrongan dan nelpon nyokap. Setelah Ibu gue bercerita panjang lebar dengan pertanyaan-pertanyaan gue yang singkat, akhirnya gue memberikan saran terbaik gue ke nyokap.

Maaf kalau gue nggak bisa nyebutin apa masalahnya karena emang gue bisa. Yang jelas, kalau gue ambil positifnya, hal ini cuma karena adanya kesalahpahaman semata, antara cara orang tua menyangi anaknya dan anak yang tidak memahami bagaimana cara orang tua menyayanginya.

Sehingga, si anak merasa bahwa dirinya tidak dipedulikan. Dia merasa Kakak yang jauh-lah yang lebih disayang. Padahal orang tuanya tidak tahu apa saja yang kakaknya itu lakukan di sana, Tapi lihatlah aku, pikirnya. Ya, dia ingin dilihat. Dia ingin membuktikan bahwa dia itu memang anak baik. Dia mengikuti banyak kegiatan di sekolahnya. Dia selalu mendapat urutan besar di sekolahnya. Dia sering mengikuti lomba. Dia sering mendapat piala. Tapi dia tetap tidak merasa dilihat. Apa lagi yang harus kulakukan untuk membuatmu bangga? katanya pasti.

Tetapi sang orang tua tak ingin anak wanitanya itu pergi terlalu jauh. Tak ingin ia terlalu lama meninggalkan rumah. Tak ingin ia terlalu merasa terbabani. Kenapa tidak istirahat di rumah, Nak? katanya pasti. Jika anaknya selalu jauh, apa orang tuanya harus selalu merindu? Untuk itu ia melarangnya keluar rumah di hari libur. Bahkan pada akhirnya ia tidak bisa melarang, jadi ia hanya bisa membatasi waktu pulang. Tapi sang anak juga belum pulang juga. Kenapa? Lalu pantaslah jika ia khawatir. Apa salah jika ia lalu menelepon dan mengunkapkan ke khawatirannya? Tidak.

Dan sang anak tetap tidak merasa bahwa ia khawatir. Ia sayang kepada anaknya. Apa ada alat untuk membuat seseorang mengerti? Jika ada, apa itu? Ah, semua orang pasti sudah punya jika hal itu diperjual-belikan.

No comments:

Post a Comment

Kritik dan Saran silahkan ditampung di sini